Sabtu, 06 Juni 2009

Student-Centered Approach

Perubahan paradigma dalam proses pembelajaran yang tadinya berpusat pada guru (teacher centered) menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa (learner centered) diharapkan dapat mendorong siswa untuk terlibat secara aktif dalam memangun pengetahuan,sikap dan perilaku. melalui proses pembelajaran dengan keterlibatan aktif siswa ini berarti guru memberikan kebebasan anak untuk belajar dalam arti yang sesungguhnya. Dalam proses pembelajaran yang berpusat pada siswa, siswa memperoleh kesempatan dan fasilitasi untuk membangun sendiri pengetahuannya sehingga mereka memperoleh pemahaman yang mendalam, dan pada akhirnya dapat menungkatkan mutu kualitas siswa.
Pembelajaran yang inovatif dengan metode yang berpusat pada siswa (student Centered Learning) memiliki keragaman model pembelajaran yang menuntut partisipasi aktif dari siswa. metode tersebut diantaranya adalah
  1. Berbagi informasi (information sharing) dengan cara : brainstorming, group discussion, panel discussion, dan seminar
  2. Belajar dari pengalaman (experience based) dengan cara : simulasi, bermain peran, permainan, dan kelompok temu
  3. Pembelajaran melalui pemecahan masalah (problem solving based) dengan cara : studi kasus, tutorial, dan lokakarya

Tantangan bagi guru sebagai pendamping pembelajaran siswa, untuk dapat menerapkan pembelajaran yang berpusat pada siswa perlu memahami tentang konsep, pola pikir, filosofi, komitmen metode, dan strategi pembelajaran. untuk menunjang kompetensi guru dalam proses pembelajaran berpusat pada siswa maka diperlukan peningkatan pengetahuan, pemahaman, keahlian, dan keterampilan guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran berpusatpada siswa. Peran guru dalam pembelajar berpusat pada siswa bergeser dari semula menjadi pengajar menjadi fasilitator. Fasilitator adalah orang yang memberikan fasilitasi. Dalam hal ini adalah memfasilitasi proses pembelajaran siswa. Guru menjadi mitra pembelajaran yang berfungsi sebagai pendamping bagi siswa.
Persiapan menjadi fasilitator memerlukan upaya khusus yang berkesinambungan. Selain bekal pengetahuan, juga diperlukan latihan yang terus menerus agar supaya pengetahuan itu menjadi ketrampilan. Ibarat orang yang membuat kue, tidak cukup hanya dengan mengumpulkan bahan-bahan dan membaca resep, tetapi juga harus meramu sesuai resepnya, kemudian memasaknya. Bahkan kadang-kadang diperlukan cara yang berbeda, dan penambahan bahan-bahan dengan prosedur yang tepat sehingga dihasilkan kue yang lezat. Demikian pula menjadi fasilitator, selain persiapan pengetahuan, latihan-latihan, juga perlu pengalaman. melalui pengalaman dan praktek menjadi fasilitator maka akan diperoleh tambahan bekal yang semakin banyak sehingga kita akan dapat menemukan sendiri cara yang tepat, efektif, dan efisien dalam memfasilitasi proses pembelajaran siswa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar